Semalam di Sukabumi

Sebelum menceritakan perjalanan ke Sukabumi, terlebih dahulu ingin kuberitahu apa alasannya berkunjung kesana. Rombongan ini terdiri dari alumni FISIP UI, angkatan tahun 71-79, plus saya angkatan 84. Awalnya berjumlah 12 orang, namun terakhir menusut menjadi 9 orang, karena 4 orang lainnya ada acara lain yang bertepatan waktunya, yakni Malam 50tahun Mapala UI. Kata kakak-kak angkatan 70an, jaman di Kampus Rawamangun dahulu, mahasiswa antar angkatan sangat kompak, dan saling mengenal satu dengan lainnya. Tidak saja teman satu fakultas, tetapi juga fakultas lainnya seperti dari Fakultas Hukum dan Sastra.Kalau acara libur atau kegiatan akhir pekan, mereka acapkali berkunjung ke Sukabumi untuk sekedar jalan-jalan. Terlebih angkatan 78, yang waktu itu pernah melakukan MPM di Sukabumi tahun 79, maka kenangan ke Sukabumi terasa berkesan. Biasanya kalau ke Sukabumi, mereka mampir ke rumah Mbak Emma (angkatan 79). Orangtua Emma memiliki rumah dengan lahan perkebunan yang luas. Total seluas 1,5 hektar, ada kolam renang dan kolam pemancingan ikan. Rumah ini sepertinya sudah menjadi tempat persinggahan bagi mereka. Kata Mbak Emma yang juga turut serta dalam rombongan, rumah peninggalan orangtuanya, kini akan dijual. Maka ketika ada rencana mau jalan-jalan, sepakat ingin ke Sukabumi untuk bernostalgia. Disamping itu ngin mencicipi angkutan kereta Sukabumi, yang jalurnya abru dibuka November 2013. Konon kalau ke Sukabumi naik obil, waktu tempuh dapat mencapai 5 jam, karena macet di beberapa titik.
Singkat kata, jadilah diatur perjalanan dengan keeta. Saya diminta untuk mengatur susunan perjalanan, dan pembelian tiket. Terlebih dahulu saya suvey untuk mengetahui dari mana pemberangkatan kereta menuju Sukabumi dan dari Jakarta menggunakan kereta komuter (commuter line) sebaik dari mana, apakah Tanjung Barat ataukah Lenteng Agung? mengingat ada yang ingin parkir inap mobil. Setelah dijajaik, dipilih Stasiun Lenteng Agung, karena parkir lebih mudah dan tidak harus putar balik. Sedangkan untuk pembelian tiket ke Sukabumi PP, meski bisa beli tiket lewat online, tetapi karena tempat kerja saya tidak jauh dari stasiun Gambir, maka saya memilih langsung membeli di Stasiun Gambir. Untuk tiket ke Sukabumi, harganya sangat murah. Sekali jalan, hanya Rp 50.000 untuk Kelas Eksekutif, sedangkan untuk Kelas Ekonomi Rp 20.000. Harga mungkin bukan masalah bagi sebagian besar calon penumpang, tetapi ketersediaan kursi yang terbatas membuat calon penumpang harus membeli tiket jauh-jauh hari. Awal Desember 2014, saya menghubungi call center PT. KAI, 121 untuk ketersediaan kursi, ternyata untuk jadwal keberangkatan tanggal 21 Desember Kelas Eksekutif, hanya tersisa 20 kursi, sedangkan untuk pulang, masih lumayan banyak kursi yang tersedia. Sabtu, 20 Desember 2014, pukul 06.00 kami semua sudah siap di Stasiun Kereta Lenteng Agung menuju Depok. Dengan harga tiket per orang Rp5000 rombongan siap naik cmmuter line. Kereta yang kini jadi primadona para komuter dari Jabodetabek, kalau hari biasa terutama di jam sibuk, tentunya sangat penuh. Namun, kini terasa longgar, meski awal naik kami sempat berdiri. untungnya hanya sebentar, bebrapa penumpang turun di stasiun berikutnya, jadi kami bisa duduk dan menikmati perjalan ke Bogor, kurang lebih 30 menit. Tiba di Stasiun Bogor, pk 06.30. Suasana Kota Bogor sudah ramai. angkot terlihat sangat padat di sepajang Kapten Muslihat. Lalu kami jalan kaki dan menyebrang lautan angkot menuju Stasiun Paledang, kira-kira membutuhkan waktu 10 menit. Tiba di Stasiun Paledang, masih ada waktu untuk keberangkatan kereta Pk. 07.55. Jadi kami menyempatkan diri untuk jajan di warung penduduk, menikmati sarapan ketupat sayur, bubur ayam, pisang goreng, dsb. Plus teh hangat Poci. nikmat sekali rasanya. Kereta Pangrango memasuki Stasiun Paledang. Mungkin dengan jumlah gerbong yang hanya 6, dengan 2 gerbong Kelas Eksekutif, 4 gerbong Kelas Ekonomi tentu saja kereta ini menjadi rebutan calon penumpang. untungnya semua sudah punya tiket dan pastinya semua kebagian tempat duduk.
Menempuh waktu perjalanan selama 2 jam, tibalah kami di Stasiun Sukabumi. Mobil yang kami sewa sudah menanti di depan stasiun. Perjalanan dilanjutkan ke rumah peninggalan orangtua Mbak Emma. Ternyata kami, masih terkena macet, sekitar 20 mnit perjalanan, kami tiba di Rumah yang dulunya sering menjadi rumah singgah. Makan siang ala Sunda sudah tersedia di meja. ada ikan, tempe, tahu, empal daging, sayur asem dll sangat menggugah selera. belum lagi kue-kue hasil bikinan sendiri. Adiknya Mbak Emma tinggal di rumah tersebut, dan dia sangat pintar membuat kue-kue. Pesanan kue-kuenya apalagi di Hari Lebaran atau Natal dapat 2 mobil penuh berisi stoples kue-kue dikirim ke Jakarta. Dan memang, Kastengel. Nastar, Sagu Keju, semuanya enak. Azan Dzuhur belum berkumandang, tapi kami sudah menyerbu meja makan. Usai makan, kami sholat bersama di ruang keluarga. lalu berfoto-ria. Kolam renang, ternyata sudah menjadi kolam pemancingan ikan, dan ramai dikunjungi oleh orang-orang yang ingin memancing ikan. Rumah sangat bersisi dan terawat. Foto keluarga besar yang tediri dari orangtua dan kakak beradik Mbak Emma tampak di ruang depan persis di pintu masuk.
Pukul 13.00 kami bersiap-siap menuju Selabinta sambil mampir ke Sentra Mochi "Lampion".Pilih-pilih mochi aneka rasa. tidak hanya original mochi, tapi ada juga yang rasa coklat dan rasa durian. Pilihan ini menjadi rebutan. dan memang enak sekali. Berasa banget coklat maupun duriannya. Perjalanan dilanjutkan menuju Selabintana Conference Resort. Sebenarnya waktu itu kami ingin memesan kamar disana, tapi pada tanggal yang kami inginkan tenyata sudah habis semua kamar. Selabintana terletak di Sukabumi Utara dengan pemandangan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Waktu tempuh kurang dari 30 menit dari Kota Sukabumi. Terdiri dari Bungalow, Villa dan Hotel. Beberapa bangungan tampak bangunan peninggalan jaman kolnial Belanda, yang berdiri tahun 1900. Kami cuma sebentar di Selabinta. Perjalanan dilanjutkan menuju Saung Abah , yang lokasinya tidak jauh dari Selabintana Resot, menikmati pemandangan hijau dedauan bambu, kami ngopi, meinum jahe dan menikmati kudapan Colenak, Pisang Goreng dan Durian yang ternyata pas ada di cafe tersebut. Serunya ngobrol, bercanda dan tertawa membuat suasana sangat menyenangkan dan akrab. Bila angkatan 84, baru reuni yang ke 30, maka angkatan mereka sudah lebih dari 3o tahun berteman, bahkan ada yang sudah 40 tahun berteman. terlihat diantara mereka sudah seperti bersaudara. Silaturahim kata Nabi dapat memperpanjang umur dan banyak rejeki. Mungkin hal itu terbukti dari persahabatan mas-mas dan mbak-mbak ini.. Sore hari kami "turun" menuju MaxOne Hotel untuk istirahat dan acara bebas. Hotel ini baru dengan disain pop art yang keren. Sebenarnya ini termasuk Hotel Budget, meski demikian bukan berarti murah, lumayan mahal juga. Satu kamar twin Rp 600.000. Untuk tambahan handuk, air panas untuk minum, dikenakan tambahan Rp 20.000. So far, hitelnya nyaman dan bersih. Hot Cholate dan Hazelnut Coffeenya. enaak banget.
Makan malam dilanjutkan dengan kuliner Bakso toge Jatirasa dan Martabak Sukabumi. Sebenarnya bukan kuliner yang penting, tapi kebersamaan dan keceriaan menjadi tujuan kami, selain bernostalgia di Rumah Mbak Emma. Sayang sekali, aku sendiri tidak mengalami masa-masa dimana kekompakan antar angkatan terjalin begitu kuat. Saat itu rasanya belajaar terus.. jarang main-main. Yah beginilah nasih anak kurang gaul.
Jakarta, 23 Desember 2014 Meita

Comments

Popular posts from this blog

Safari Dakwah Ranah Minang

Pengalaman berobat ke Melaka (2)

Catatan pejalanan Ke Melaka untuk Berobat (1)