From Medan With Love

 
 
 
 
Silaturahim dan Napak Tilas

Seperti kata Presiden Obama, “Pulang kampung nih..” ternyata berlaku pula bagi Keluarga Abusamah Lubis. Rombongan sebanyak 26 orang merupakan anak, menantu, cucu dan kerabat dekat keluarga. Orangtua kami, Abusammah Lubis memiliki 7 orang putera-puteri, 16 cucu dan 4 cicit. Merencanakan pulang kampung serombongan, tidak mudah, hampir setahun untuk mewujudkannya. Menentukan waktu serta detil persiapannya harus dilakukan dengan seksama. Itupun tidak bisa komplet turut serta. Adik kami Erwin Budiman Lubis yang berdomisili di Perth, Australia tidak bisa turut serta karena isterinya baru melahirkan.

Inti pulang kampung adalah silaturahim. Disamping napak tilas perjuangan ayah, juga untuk mengetahui asal-usul sambil ziarah ke makam Nenek Halimatusya’adiah Harahap dan Kakek Banas Lubis Gelar Kari Ahmad di Pemakaman Mandailing di Medan. Ayah kami, Abusamah Lubis telah wafat tahun 1976. Ayah, seorang pejuang turut melawan penjajahan Belanda, bahkan pernah ditawan. Dalam kesempatan ke Brastagi, kami napak tilas mengunjungi Tugu Prasati, dimana tercantum nama ayah kami “Aboesamah Loebis” di nomor urut 5, yang merupakan Alumni Sekolah Opsir Kadet Berastagi Divisi Sumatera Utara. Di tugu prasasati tersebut tercantum tulisan “..bahwa di komplek ini dididik calon perwira (Kadet) Akmil Perjuangan 1945 Divisi IV Sumatera Utara”. Ayahanda dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Ibunda kami, Anie Rahayu, sudah sangat sepuh, dan tidak memungkinkan untuk turut serta dalam perjalanan ini.

Namun kami, ingin melepas rindu kepada keluarga besar di Medan. Teringat di pengajian, seorang ustadz memberi nasehat: Pada suatu ketika, seorang sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad SAW. “Ya Rasulullah orangtuaku sudah wafat, apakah aku bisa berbakti kepadanya setelah meninggal?” Nabi menjawab, “ya bisa, beristighfarlah untuk keduanya, dan menghubungi famili dari keduanya”. Pada kesempatan lain, nabi bersabda, “jangan putuskan hubungan dengan orang yang dulunya kawan baik keduaorangtuamu, (jika kamu berbuat demikian) pasti padamlah sinar cahayamu”. Disamping itu Al Qur’an mengajarkan kita agar memelihara Silaturahim “..dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan siltaruhaim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (An Nisaa: 1). Sebuah Hadits mengatakan, bahwa “Siapa yang ingin dilapangkan rizqi dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menjalin silaturahim”.
 
Ayah kami pindah ke Jakarta tahun 1964 bersama ibu dan putera puterinya naik kapal laut yang bernama Bengawan. Kini, kami anak, menantu, keponakan dan cucu datang berkunjung. Tangis haru mewarnai pertemuan kami dengan keluarga besar di Medan, di kediaman Deni Panggabean yaitu anak sulung dari keluarga Amang Boru Raja Panggabean dan Bunde Halida Hanum Lubis, yang biasa kami panggil Bunde Ida didaerah Titi Kuning. Karena kesibukan dan berbagai hal lainnya, kami jarang bertemu. Maka ketika tiba pertemuan antara amang boru, nan tulang, ompung, bunde, kakak, abang, uwak dan cucu. Beberapa dari kami tidak bisa menahan air mata haru..

Ayah memiliki beberapa saudara, semuanya tinggal di Medan : 1. Siti Rapiah Lubis (Bunde Upik). 2. Nurmalia Lubis (Bunde Cicur) 3. Siti Hasnah Lubis. 4. Zahara Lubis 5. Alamsyah Lubis 6. Halida Hanum Lubis (Bunde Ida). Dari 6 bersaudara, yang masih tersisa adalah Bunde Cicur dan Bunde Ida. Yang lainnya sudah wafat. Semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya dan mengampuni semua kesalahan-kesalahannya.

Tentu saja kami saling bertukar cerita sambil menikmati makan siang yang lezat.. hmm.. lontong sayur komplet, dengan tahu tauco, rendang, gulai daun ubi tumbuk sangat menggugah selera. Bahkan kami sempat tambah beberapa kali.. terutama anak dan keponakan.. maklum.. selain lapar, juga jarang sekali menikmati lontong sayur yang lezat itu.. Acara perkenalan para anggota keluarga satu persatu dimulai.. untuk anak dan keponakan yang baru pertama kali bertemu, mungkin sulit untuk mengingatnya satu demi satu.. Tiba giliran Keluarga Abusammah Lubis memperkenalkan anggota keluarganya. Bang Iwan yang menyiapkan in-focus untuk presentasi berisi foto-foto keluarga. Satu demi satu memperkenalkan diri, mulai dari Anak tertua, Kak Inong, Bang Iyan, Bang Iwan, Adi, Cici, Bulan. Oh ya, hadir pula dalam rombongan kami, Ompung Rudi Lubis dan Wa Dede. Kerabat terdekat keluarga kami yang sudah seperti kakak bagi kami semua.

Yang bikin mengharu biru, ketika kami sama-sama menyanyikan Lagu Ayah, “..Ayah, dengarkanlah aku ingin berjumpa walau hanya dalam mimpi...” hu..hu..air mata haru menetes lagi.. Suasana haru lalu berganti dengan keceriaan ketika kami sama-sama menyanyi dan menari dengan diiringi organ tunggal. Bang Herry puteranya almarhumah Bunde Zahara suaranya bagus sekali.. kita semua sampai terkesima mendengarnya.. Aduh serunya waktu ramai-ramai joget menari tor-tor.. eh ada yang dapat saweran loh.. he..he.. capeek nari.. ngobrol lagi.. lalu nyanyi, lalu makan lagi.. dan seterusnya... sampai malam hari kami baru pulang ke hotel tempat kami menginap.

Wisata Kuliner


Jalan-jalan, tidak bisa dipisahkan dari wiskul alias wisata kuliner. Dari awal sebelum berangkat, sudah ada yang “ngomporin” , katanya nanti kalau di restoran anu, kita pesan Ikan Bawal Steam, trus jangan lupa makan Sup Sumsum di Titi Bobrok. Katanya kalau belum ‘nyobain’ itu.. belum ke Medan. Oh ya, satu lagi.. tahu sendiri deh tidak afdol kalau tidak makan Durian. Medan tuh surganya Buah Durian. Dalam perjalanan menuju Brastagi, terlebih dahulu mampir beli Durian. Boleh makan sepuasnyaaaa... uenaaak banget. Belum lagi kue-kuenya, ada pasokan Bika Ambon, dan Bolu Gulung dari Mbak Kessy, terus juga ada Pancake Durian (hm.. Durian lagi.., tapi cuma dikit itupun dikasih Rangga). Lalu ada yang protes, dari anggota rombongan yang gak suka durian.. katanya dilarang bersendawa di bus.. yahh bagaimana ya ??

Ada juga yang gak puas karena tidak bisa cicipi Sup Sumsum Titi Bobrok. Ceritanya ada rombongan yang telat hadir (karena satu dan lain hal) dari Jakarta.. jadi ketika yang lain ke kedai sup.. dia ga ikut. Hanya tahu dan dengar kelezatannya dari sepupu-sepupunya.. Rencananya menjelang pulang ke Jakarta, dari Prapat mau mampir lagi kesana.. tapi ternyata Kedai Supnya tutup.. karena liburan tanggal merah, 1 Muharam. Jadi, pulangnya gigit jari.. he..he.. ya sutralah.. gak ada sup sum-sum, Restoran Padang pun jadi, yang penting ramai-ramai. Mejanya sampai puanjaaaang..

Jalan-jalan


Kalau ke Sumatera Utara, selain ke Kota Medan tidak lupa pergi ke Brastagi, Air Terjun Sipiso-piso, lalu tentu saja ke Prapat, tepi Danau Toba dan nyebrang ke Pulau Samosir. Di Medan, hotel tempat kami menginap, yakni Hotel Madani terletak tidak jauh dari Istana Maimun. Jadi pagi-pagi sekali kami menyempatkan diri jalan kaki menuju Istana Maimun. Tampak Kak Inong dan Bang Yassin berfoto ria disana, ibaratnya seperti anak muda yang sedang foto pra-wedding, asyik jepret sana- sini.. hi..hi..
Bangungan-bangunan tua banyak terdapat di Kota Medan, seperti Gedung Balai Kota lama, Kantor Pos Medan, Titi Gantung, Menara Air (ikon Kota Medan). Ruko-ruko sepanjang Jalan Kesawanan tampak antik dan cantik. Beberapa tampak masih terawat baik. Sepanjang perjalanan, Mas Iyan memberi penjelasan, bahwa disini dahulu tempat Kak Inong sekolah, kini sudah jadi ruko, lalu disebelah sana ada gedung tempat pesta dansa dansi.. Lalu disitu ada sekolahnya Yoga dan Ike. Keluarga Mas Iyan-Mbak Kessy pernah tinggal lebih dari 10 tahun di Kota Medan sewaktu Mas Iyan bertugas disana.

Di Brastagi, mampir ke Tugu Prasasti yang tercantum nama ayah disana. Sejenak kami berfoto-ria. Lalu mampir sebentar di Pasar Buah Brastagi. Membeli souvenir dan buah-buahan. Mas Adi membeli Jeruk Brastagi yang manis. Selain buah-buahan, Brastagi tampak cantik dengan bunga-bunga yang ada di pekarangan rumah. Di pasar-pasar juga dijual aneka bunga segar wana-warni nan cantik. Fikri membeli suvenir gantungan kunci untuk teman-temannya, Kak Inong dan Bang Yassin sepertinya membeli kaos “I Love Brastagi”, dan juga oleh-oleh untuk cucu. Yossi membeli celana “batik” bertuliskan Brastagi. Wah ternyata banyak juga yang belanja ya..

Dari Pasar Buah Brastagi, lalu Say Good Bye to Rizqa yang harus kembali ke Jakarta karena harus masuk pendidikan di Kosambi. Jadi dengan diantar supir dari kantornya Mas Iyan, Rizqa kembali ke Medan menuju Jakarta. Lalu perjalanan dilanjutkan menuju Air Terjun Sipiso-piso. Jarak tempuh dari Brastagi menuju Desa Togging Kecamatan Merek, sekitar 35 km. Pemandangan disana adalah Rumah Adat karo dengan dinding kayu, tali ijuk. Atapnya, ada yang pakai ijuk, juga ada yang pakai atap dari seng. Ada 5 Marga di Tanah Karo, yakni Karo-karo, Ginting, Perangin-angin, Tarigan dan Sembiring.

Tiba di Sipiso-piso, kami menikmati pemandangan yang sangat indah.. Danau Toba tampak terlihat dari atas bukit tempat kami berada dan air Terjun Sipiso-piso juga tampak dari ketinggian. Disini kami menikmati santap siang nasi kotak dengan menggelar tikar disana.. udara sejuk dan pemandangan indah, suasana persaudaraan yang hangat dan akrab.. sungguh sangat membahagiakan dihati. Untuk menikmati air terjun dari dekat, harus menuruni bukit dengan ratusan anak tangga yang terbuat dari semen. Awalnya, anak dan keponakan ingin turun ke air terjun, namun baru separuh perjalanan, mereka meyerah karena masih banyak anak tangga yang harus ditempuh, belum lagi pulangnya harus menanjak, terasa berat dan melelahkan. Disamping itu, waktunya tidak cukup.. karena kami harus segera berangkat ke Prapat.


Lake Toba, What A Wonderful Place.



Subhanallah.. indaaaah nian pemandangan disekitar Danau Toba. Dalam perjalanan menuju Prapat, jalan mendaki, naik, turun, berliku-liku, bahkan ada beberapa tikungan tajam, dengan lembah curam di tepinya. Memang seram.. tapi Alhamdulillah perjalanan lancar, dan jalanannya pun mulus. Bagi supir, harus fokus lihat jalan. Tapi bagi penumpang.. silahkan manjakan mata dengan melihat pemandangan Danau Toba dari jendela bis. Cantiiik sekallii.. Didalam bis semua anggota rombongan sampai berteriak-teriak kagum. (atau juga takut kalau lihat jurang curam dipinggir jalan hii..).
Danau Toba dengan Pulau Samosir ditengahnya adalah sebuah danau vulkanik, berasal dari letusan gunung berapi ribuan tahun yang lampau. Dengan panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer.

Sekitar pukul 5 sore, rombongan tiba di penginapan. Alhamdulillah. Oh ya, rupanya keluarga besar Medan juga ingin turut serta bergabung dengan rombongan kami. Bunde Ida dan amang Boru, Bunde Cicur, Herry dan isteri serta anak-anak serta Hendry juga turut serta. Duh senangnya.. makin ramai rombongan kami.

Menari Tortor.

Pagi-pagi sekitar jam 7 kami sudah selesai sarapan, lalu menuju dermaga untuk naik kapal menuju Pulau Samosir. Tujuannya adalah Ambarita, Tuktuk dan Tomok. Di Ambalita, kami Menortor alias ikutan Tari Tortor dalam upaca penyambutan tamu. Seruu.. sekali.. kesempatan ini sangat menyenangkan. Excited ! bagaimana kami ikut menggerakkan tangan, mengayun-ayunkan tangan lalu menekukkan dengkul sampai kebawah dengan diiringi musik tradisional Batak, lalu berteriak Horas ! Horas ! Horas! Cici, Bulan, semua senang.. juga Mbak Kessy dan Yossi.. anak dan keponakan juga tertawa tertiwi. Kata Cici, ini sama aja olah raga loh.. cukup capek.. hampir 30 menitan menari Tortor lengkap dengan segala upacara yang dipandu oleh “Kepala Suku”, sungguh suatu acara yang sangat sangat menyenangkan.. Ambarita dahulunya adalah sebuah Kerajaaan, dengan Rajanya Siallagan. Disana terdapat rumah raja, rumah keluarga raja, dan beberapa tempat duduk dari batu berusia 500 tahun yang konon dahulunya digunakan untuk bersidang. Tidak jauh dari tempat tersebut juga terdapat tempat penyiksaan dan eksekusi orang-orang yang dianggap musuh atau bersalah. Ya Allah, mengerikan.. kanibal.

Dari Ambarita, naik kapal lagi, menuju Tuktuk, tepatnya ke Toledo Inn, untuk makan siang dan sholat disana. Lagi-lagi pemandangan disana sangat indah.. air danau di tepi Toledo Inn jernih, sehingga terlihat ikan kecil berenang-renang. Mas Adi sempat turun untuk snorkling, katanya airnya dingiiin. Fikri dan Rangga memainkan gitar Batak yang dibeli sewaktu di Ambarita. Lalu Yayat menyanyikan lagu Alusiao..yang ternyata bisa juga diiringi dengan Gitar Batak. Lah ternyata klop .. Terjadi ajang “pemaksaan”, ketika Bunde Ida dan Bunde Cicur dipaksa berfoto ria dengan menggunakan kaca mata hitam.. Juga Kak Inong, sampai pinjam kaca matanya Icha.. hi..hi.. lucu.. pertama, para bunde didaulat untuk foto bareng anak-anak laki, lalu menantu dan para cucu. Kata Bunde waktu foto bareng dan menantu, katanya kita ini inang-inang.. Oh ya? Maksudnya kita ini ibu-ibu kali ya.. Senang sekali melihat para bunde tertawa senang.

Dari Tuktuk, kami ke Tomok, disana ada Makam Raja Sidabutar yang merupakan raja pertama di Tomok, kurang lebih 200 tahun yang lalu. Namanya Raja Ompung Soribuntuan Sidabutar. Dari Makam Raja Sidabutar, lalu kami ke Sigale-gale, yang merupakan patung dari kayu yang bisa menari diiringi musik tradisional. Meski cukup menarik, namun tampaknya yang lain lebih senang jalan-jalan sambil beli oleh-oleh, terutama Ulos. Sedangkan yang lain lebih memilih terapung-apung di kapal sambil tiduran.. maklum.. pada bergadang semalaman..


Oh ya dalam perjalanan pulang menuju Prapat dari Tomok, kami dikasih kejutan dari rombongan Keluarga di Medan, yakni sekarung Durian.. jumlahnya gak tanggung-tanggun, 50 buah.. Jadilah kami pesta durian di kapal.. saling rebutan untuk mencari daging durian yang manis dan agak-agak pahit.. ah susahlah membayangkan bagaimana enakknya Durian Medan. Kalau ditanya Ratu Durian, sepertinya Mbak Iyut deh yang paling paling.. maksudnya paling gesit.. he..he.. (padahal sama aja denganku deh..) Mas Iyan juga, sampai rebutan sama Icha. Kata Icha, ”uwak-uwak.. bagi dong..”. Serunya makan Durian bila berebutan. Padahal masih banyak. Sisa durian lalu dibawa lagi untuk “cuci mulut” selesai makan malam.. jadilah kami pesta durian (lagi).. waduhh Lipitor, Prolipid, Omega 3, obat anti kembung, Norit laku diminum setelah Pesta Durian. Alhamdulillah, untung tidak ada yang mabok Durian...

Esok pagi, Pk 7 kami siap berangkat ke Medan, untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Kata Mas Iyan dan Mas Iwan, rombongan kita memang disiplin, tidak pernah telat. Selalu tepat waktu. Ketika diminta kumpul di bus jam 7 pagi. Ternyata semua siap berada dalam bis, pk 7 kurang 5 menit. Dan langsung di absen satu persatu.. Lubis.. Luar Biasa. Alhamdulillah. Insya Allah persaudaraan dan hubungan keluarga kami berkah. Indahnya silaturahim. Barakallahu Fiihum.


Jakarta, 10 Desember 2010.
-meita-

Comments

Anonymous said…
World wide web quotations tend to be faster and
easier and you're able to you must ascertain units to lower price. As well as hectic ways of life becoming increasingly pronounced in today's done,
feel the need kitchen equipment that are wanting less time utilized all of to clean etc.

One particular nn-sd997's efficient with complete heater commonly your site start grilling, reheat and for defrost meals unless you have overcooking the sides.

Feel free to visit my page ... how to make egg mcmuffin toaster ()

Popular posts from this blog

Safari Dakwah Ranah Minang

Pengalaman berobat ke Melaka (2)

How Lucky You Are