Menelusuri "Ayat-ayat Cinta"

Ayatayat_cinta_1Fahri, seorang santri, mahasiswa S2,Universitas Al Azhar Cairo, Tinggal di sebuah flat bersama empat rekannya, Saeful, Rudi, Hamdi dan Mishbah. Flat mereka di daerah Helwan, kurang lebih 40 km sebelah selatan Cairo. Tutur katanya yang baik, karakternya yang lembut dan bersahaja menujukkan jati dirinya sebagai pria shaleh. "Inner handsome"nya ini, diminati oleh 3 wanita sekaligus, Nurul, Maria dan Aisha.. (bahkan juga Noura, bila ingin ditambahkan) Tapi Fahri tidak menyadari hal itu, dia hanyalah mahasiswa miskin yang berjuang untuk kelangsungan hidupnya merantau dan menimba ilmu di negeri orang, di Mesir. Bahkan dia tidak berani untuk jatuh cinta. Lalu, siapakah yang berhasil menjadi isteri Fahri? dan siapa pula yang ingin jadi isteri keduanya? lalu siapa yang memfitnahnya hingga melemparkan dirinya kedalam penjara bawah tanah? dan siapa yang cinta sampai mati terhadap dirinya?

Inilah sepenggalan kisah seorang Fahri , dalam Novel "Ayat-ayat Cinta", mahasiswa Indonesia yang 'nyantri'. Kisahnya dipenuhi dengan tutur kata yang indah, bijak dan sopan, meskipun sedang mengupas masalah yang berhubungan dengan adegan percintaan disaat Fahri berbulan madu dengan gadis pilihan yang dinikahinya. Penuh haru biru, ketika Fahri dijebloskan ke penjara.. dan air mata menetes ketika seorang wanita yang (juga) mencintai Fahri berada di rumah sakit dalam keadaan koma. Menurut Kang Abiek (panggilan untuk sang penulis Habiburrahman), antara fiksi dan fakta beda tipis. Maksudnya ada beberapa kisah yang sebenarnya realita. Begitu penuturannya ketika kami mengikuti tour napak tilas "Ayat-ayat Cinta".


Apartemen_fahri_4Fahri tinggal di flat yang sederhana di daerah Helwan, dan bertetangga dengan Maria, seorang qibthi , yakni istilah dari penganut Kristen Koptik. Maria kuliah di Cairo University. Dia senang dipanggil Maryam dan meski beragama Kristen tetapi sangat menyukai, bahkan hafal bacaan Al Quran, surat Maryam. Etika bicara dan bergaul bahkan lebih Islami dibanding gadis-gadis Mesir yang mengaku muslimah, pakaiannya sopan, meski tidak berjilbab. Maria tinggal bersama kedua orangtuanya dan saudara laki-lakinya, persis di atas tempat Fahri dan kawan-kawan tinggal, sebuah apartemen di Helwan.


Terminal_di_helwan_2 Helwan. Kami bersama sang penulis, Habiburrahman El Shirazy dibantu Said, mahasiswa Universitas Al Azhar, mengunjungi daerah Helwan tempat tinggal Fahri dan kawan-kawan. Sebenarnya, Kang Abiek sendiri sewaktu kuliah memang tinggal di daerah Hadayek Helwan. Dan selama kuliah, dia sering menempuh perjalanan dengan menggunakan Metro. Sebuah kereta yang meluncur dari Mahattah (Stasiun) Helwan menuju tempat kuliahnya UA di Attaba, dan turun di Sadat atau Mubarak. Bila hendak Talaqi Al Quran (belajar langsung dengan seorang ulama/syaikh) ke tempat Syaikh Utsman, di Mesjid Umar Bin Khatab, dia turun di Mahattah Tura El Esmen. Setiba di Helwan, kami mampir ke Mahattah Helwan, untuk melihat-lihat suasana di stasiun. Sempat memotret suasana disana, tapi ditegur oleh polisi yang berjaga-jaga. Mereka sangat melindungi tempat-tempat umum (mungkin khawatir terjadi pengeboman oleh teroris, atau khawatir bahwa kami ini mata-mata). Kami menyempatkan diri ke pasar disekitar terminal.


Kami juga sempat mengunjungi flat tempat Fahri eh maksudku Kang Abiek tinggal dahulu. Tempatnya sangat sederhana (baca: kumuh) dengan perabotan seadanya, karpet kumal dan bahkan sajadah yang sobek. Kompor gas sederhana tidak ada kursi apalagi tempat tidur yang nyaman. Mereka tidur di kasur tipis. Sungguh bisa dibilang memprihatinkan.. mahasiswa Indonesia ternyata harus tinggal ditempat yang menyedihkan seperti ini. Tapi tampaknya para mahasiswa penghuni flat tersebut tidak merasakan keprihatinan itu (atau mereka tidak menampakkannya didepan kami), mereka senang menyambut kedatangan kami. Kang Abiek memperkenalkan dirinya sebagai Habiburrahman, penulis Ayat-ayat cinta. Mereka berkata, “Masya Allah..Subhanallah..”


University_al_azhar_1 Kegitan Fahri selain kuliah di Universitas Al Azhar (UA) dan mengikuti talaqqi (belajar langsung dengan seorang syekh atau ulama), juga menerjemah dan diskusi dengan teman-teman mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh S2 dan S3. Mereka para mahasiswa Indonesia memiliki hubungan persaudaraan yang erat dan kompak. Biasanya sering Ruang_audotorium_1 berkumpul di balai pertemuan Rab’ah el Adawea, Wisma Nusantara di Nasr City atau di Wisma Indonesia dan Mesjid Indonesia, di Dokki. Dikisahkan bahwa Fahri dan calon isterinya melangsungkan akad nikah dan resepsi pernikahan (walimatul urs) di Darul Munasabat (balai pertemuan) Rab'ah el Adawea.


Nasr City. Kota ini biasa dikatakan sebagai kota “Kampung Melayu”, karena mayoritas warga asing, terutama warga Indonesia dan negara Asia lainnya berdomisili disini. Kalau berjalan-jalan didaerah Nasr City sering berjumpa dengan warga Indonesia. Disini, bahkan seluruh organisasi mahasiswa, organisasi kekeluargaan, media pers Indonesia bersekretariat disini. Bahkan Wisma Nusantara yang merupakan wisma para mahasiswa Indonesia juga terdapat disini. Nasr City adalah lautan masyarakat Indonesia di Mesir.



Maadi2_7 Dokki. Didaerah Dokki, terdapat Mesjid Indonesia Cairo dan Wisma Indonesia. Mesjid ini terletak di lantai dasar Wisma Indonesia, diresmikan oleh prof Quraish Shahab selaku duta besar pada tahun 2000. Mesjid ini senantiasa digunakan untuk beribadah warga Indonesia, misalnya sholat tharawih, pesantren kilat dan diskusi keagamaan, jadi fungsinya kini berkembang menjadi pusat silaturahim. Disamping itu, di Wisma Indonesia ini terdapat pula sekolah Indonesia yang merupakan satu-satunya lembaga pendidikan Indonesia yang ada di Mesir. (sayang sekali, foto-foto di depan Mesjid Indonesia dan Wisma Indonesia terhapus)


Maadi_1 Maadi. Di novel ayat-ayat cinta dikatakan tentang daerah Maadi, sebuah kawasan elite, bahkan kawasan paling elite. Dirancang oleh kolonial Inggris. Jalan-jalannya lebar. Setiap rumah ada tamannya. Dan dekat sungai Nil. Tinggal di Maadi memiliki prestise yang sangat tinggi. Tapi masalah prestise sangat subyektif, orang yang tinggal di kawasan agak kumuh Sayyeda Zaenab merasa lebih prestise dibandingkan dengan tinggal di kawasan lain di Cairo, karena dekat dengan makan Sayyeda Zaenab, cucu baginda Nabi Muhammad SAW. begitu pula yang tinggal disekitar Mesjid Amr Bin ash, mereka merasa lebih bangga, karena tinggal di mesjid yang pertama kali didirikan di benua afrika.


Kami juga berkesempatan mengunjungi Maadi. Menurutku Maadi lebih mirip Pondok Indahnya Mesir. Rumah dengan taman yang indah banyak ditemui disini, tidak seperti di Cairo, dimana warganya tinggal di flat. Kalau tidak salah Kedubes Inggris dan Amerika Serikat juga berada disini, sehingga banyak bermukim warga negara asing, seperti diplomat dan juga para pengusaha. Bila di Cairo, kami jarang menemukan mobil-mobil mewah, maka dikawasan ini bertebaran mobil-mobil mewah. Cairo berkesan sederhana dan bersahaja, tapi di Maadi terkesan megah dan mewah. Karena hari sudang siang, kami menyempatkan diri mampir ke sebuah restoran, kami pesan Firaakh Masywi (ayam bakar) dan Kabab Lahmul Ghanam (rasanya seperti kambing guling..) dengan roti Isy, dan acar mentimun hmm.. yummi.


Cairomap1_1 Dari Maadi, kami ingin mencoba naik metro menuju Cairo, mobil kami berhenti di Mahattah Sadat, lalu naik metro melewati dua mahattah, yakni Opera dan Dokki, lalu kami berhenti di Bohoots (el Behous). Menurut kang Abiek, metro ini melintasi bawah sungai Nil. Kalau tidak salah antara Opera dan Dokki. Hari sudah sore, pada saat itu banyak karyawan yang pulang kerja, sehingga metro penuh, tapi tidak sepenuh kereta Bogor Jakarta. Karena udaranya dingin, kami tidak merasa sumpek, bahkan Kang Abiek sempat mengambil foto kami didalam kereta. Antara Mahattah Dokki dan Bohoots tidak terlalu jauh, keduanya masih termasuk dalam kawasan Dokki. Mahattah Bohoots berada sekitar 25 meter dibawah tanah. Dengan escalator, kami naik keatas. Di Bohoots, kami dijemput kembali oleh mobil yang dikendarai Said, lalu menuju Mesjid Indonesia di Dokki untuk sholat. Hari menjelang maghrib, kami harus bersiap-siap kembali ke wisma. Di wisma senantiasa tersedia ashir (juice) mangga, ashir ashab (air sari tebu) dan teh Aurasa yang sedap dan nikmat.. (kami sengaja beli.., karena minuman tersebut sering disebut didalam novel, jadi kami ingin mencobanya)


Karakter Orang Mesir. Di novel dikatakan bahwa salah satu keindahan kehidupan di Mesir adalah penduduknya yang lembut hatinya. Jika sudah tersentuh, mereka akan memperlakukan kita seumpama raja. Mereka terkadang keras kepala, tetapi jika sudah luluh mereka bisa melakan kelembutan seperti malaikat. Kalau marah meledak-ledak, tapi kalau sudah reda benar-benar reda kemarahannya, hilang tanpa bekas tidak ada dendam di belakang. Kalau dibilang “La Taghdhab” (jangan marah), mereka malah semakin marah.. untuk meredam amarah, sebaiknya katakan “Ya jamaah, shalli alan nabi, shalli alan nabi” (wahai jamah, bacalah shalawat atas nabi)


Bila melihat orang Mesir bicara, awalnya kami berpikir mereka marah, karena bicaranya keras, tapi ternyata tidak marah memang mereka biasa bicara dengan suara keras. kalau marah lebih keras lagi, kami sempat menyaksikan Orang Mesir yang sedang bertengkar mereka saling berteriak-teriak emosi, tapi mereka tidak pernah saling pukul. Katanya kalau dipukul mereka bisa lapor ke kantor polisi dan yang memukul bisa dipenjara. Seperti masyrakat umumnya, Orang Mesir ada yang baik dan ada pula yang kurang baik, seorang mahasiswa mengatakan terkadang mereka diperlakukan seenaknya dalam hal sewa menyewa flat. Mahasiswa itu harus membayar uang jaminan pada saat akan menyewa, tapi belum sampai waktunya habis, mereka diusir keluar. Kalau ada yang rusak sedikit aja, misalnya gagang pintu copot, mereka bilang itu kesalahannya, dan uang jaminan tidak dikembalikan.. jadi kabarnya mereka suka main ‘akal-akalan’.


Birokrasi


Di_depan_antrian1_1 Tampaknya semua urusan yang berkaitan dengan semua bidang harus selalu mengalami yang namanya antri, seperti kantor imigrasi, bank, pengurusan visa dsb. Diperlukan kesabaran yang tinggi karena sistem pekerjaan mereka cenderung birokratis. Contoh kecil, ketika kami harus antri di bank, hanya untuk menukarkan uang, disana jarang ditemukan money changer untuk kota sebesar Cairo. Ketika ke Egypt Bank, kami harus menunggu lama dan di "oper-oper " barisannya.., akhirnya kami pindah ke Bank of Cairo, disini sama saja. Walhasil kami harus menunggu selama 1 jam hanya untuk menukarkan uang. Tapi memang masyarakat disana sabar dalam antrian, meskipun hanya untuk masuk kedalam pameran buku yang juga antri panjang. (foto diatas didepan antrian ketika kami hendak masuk ke lokasi International Book Fair)



Sistem Politik di Mesir.

Dalam novel, dikisahkan tentang Fahri yang dijebloskan ke penjara bawah tanah. Dia disiksa sedemikian rupa. Dipenjara dia berkenalan dengan seorang profesor guru besar sebuah unversitas di mesir. Sang profesor ini dijebloskan ke penjara karena seringkali memberikan kritik-kritik tajamnya di koran. Fahri juga berkenalan dengan mahasiswa kedokteran, dia ditangkap karena memimpin demonstrasi didalam kampus mengutuk tindakan Ariel Sharon yang menginjak-injak Masjidil Aqsha.



Markas_tentara_1 Kehidupan berpolitik di Mesir tidak sedemokratis yang kita bayangkan, bila demokratis tentu Hosni Mubarak tidak akan berkuasa teralu lama, hampir 30 tahun. Di Mesir juga tidak ada kebebasan berpendapat, (pemerintah) cenderung paranoid. Disetiap sudut dan wilayah banyak bertebaran intel, barangsiapa yang tindakannya mencurigakan, maka bisa jadi mereka kena ciduk. Mungkin mereka masih memberlakukan UU subversi. Bila di negara lain menganut azas praduga tak bersalah, disini menganut azas praduga bersalah, yakni bila curigai, langsung diciduk dan diperiksa (bahkan disiksa). Bila tak bersalah dilepaskan begitu saja tanpa kompensasi dan hak pemulihan nama baik.

Warga Mesir masih dikenakan wajib militer, jadi dalam satu keluarga yang memiliki anak laki-
Hosny_mubaraklaki lebih dari satu orang, maka anak laki-laki tersebut, salah satunya harus ikut wajib militer, bagi mereka hal ini merupakan ‘penyiksaan’, karena dengan gaji yang minim, mereka harus melakukan kegiatan militer, berjaga-jaga disetiap sudut wilayah Mesir. Oleh karena itu di berbagai
tempat bila kita bepergian, seperti menuju Helwan atau menuju Alexandria, banyak ditemukan markas-markas militer yang dipagari tembok tinggi dan kawat berduri. (foto markas diambil dari jendela apartemen "Fahri")



Layar Lebar
. Novel ayat-ayat cinta segera di filmkan oleh Manoj Pujabi dan berkonsultasi dengan MUI untuk syariahnya dengan mengambil setting Mesir dan Indonesia. Di tempat tinggal para mahasiswa Indonesia yang kami kunjungi, terpasang pengumuman tentang pemilihan calon pemeran untuk Hamdi dan temannya Nurul, mereka akan casting awal Februari. Untuk pemeran Nurul, Aisha, Fahri dan Maria sudah ada. Sutradara Hanung Bramantyo, sudah mengunjungi Mesir untuk pencarian lokasi. Untuk pencarian peran, mungkin saja banyak dari mahasiswa Indonesia di Mesir yang berminat.., tapi kabarnya ijin untuk pengambilan gambar di Mesir masih tersendat. Pemerintah bersedia memberikan ijin, kalau kisah penjara dibawah tanah dihilangkan. Kita doakan mudah-mudahan apapun yang dilakukan semoga berkah dan diridhoi Allah SWT. Amiin

Jakarta, 15 Februari 2007

-Meita-

Di Tebet? bukan, ini Bakmi Langgara Cairo

Bakmi_langgara_cabang_cairo



Mbak Dina dan "Three Musketeers", mahasiswa UA

Dina_with_the_three_tour_guide

Comments

Popular posts from this blog

Safari Dakwah Ranah Minang

Pengalaman berobat ke Melaka (2)

How Lucky You Are